Search

14 Desember 2025

|

Adventorial

Cara Bijak Aceh Utara Menekan Stunting Melalui Pendekatan Orang Tua Asuh (GENTING)

Foto: Kepala Bidang Dalduk, KB, dan KS, Muhammad Azhar

Aceh Utara | Pemerintah Kabupaten Aceh Utara menunjukkan langkah progresif dalam menekan angka stunting dengan mengubah pola intervensi dari pendekatan administratif menjadi gerakan sosial berbasis kepedulian masyarakat. Melalui Program GENTING (Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting), prevalensi stunting di Aceh Utara berhasil ditekan hingga 3,7 persen berdasarkan data E-PPGBM per Agustus 2025.

Capaian ini menjadi bukti bahwa penanganan stunting tidak semata bergantung pada kebijakan birokrasi, melainkan membutuhkan keterlibatan langsung seluruh elemen masyarakat. GENTING hadir sebagai jembatan empati sosial, mempertemukan kepedulian para orang tua asuh dengan anak-anak berisiko stunting.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DPM-PPKB) Aceh Utara, Fuad Mukhtar, S.Sos., M.S.M., melalui Kepala Bidang Dalduk, KB, dan KS, Muhammad Azhar, menjelaskan bahwa strategi utama difokuskan pada dua intervensi krusial.

Pertama, perbaikan gizi ibu hamil untuk mencegah anemia dan Kekurangan Energi Kronis (KEK). Kedua, pemenuhan asupan protein hewani bagi anak, khususnya pada fase kritis usia 12–24 bulan, yang sangat menentukan kualitas tumbuh kembang anak.

“Masalah stunting sering kali bermula sejak masa kehamilan. Karena itu, intervensi gizi difokuskan pada ibu. Setelah anak lahir, pemenuhan protein hewani menjadi kunci agar pertumbuhan tidak terhambat,” ujar Muhammad Azhar.

Grafik Tren Penurunan Stunting

Foto: grafik penurunan Stunting

Berdasarkan data E-PPGBM, tren prevalensi stunting di Aceh Utara menunjukkan pola yang relatif stabil dan cenderung menurun:

2023 : 4,90 persen

2024 : 3,70 persen

Mei 2025 : 4,20 persen

Agustus 2025 : 3,70 persen (input data 90%)

Grafik ini memperlihatkan bahwa meskipun sempat terjadi kenaikan pada Mei 2025, intervensi berkelanjutan melalui GENTING mampu mengembalikan angka stunting ke level rendah.

Selain itu, prevalensi wasting (kurus) tercatat sebesar 4,0 persen, sementara gizi buruk berada pada angka sangat rendah, yakni 0,1 persen. Program intervensi tambahan berupa Susu Formula F-100 juga terbukti efektif, menurunkan kasus gizi buruk dari sekitar 30 persen menjadi 20 persen, disertai perbaikan kondisi anak secara signifikan.

Tantangan Non-Kesehatan Masih Membayangi

Meski capaian cukup menggembirakan, tantangan di luar sektor kesehatan masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Kebiasaan merokok di dalam rumah, sanitasi lingkungan yang belum memadai, serta keterbatasan akses air minum layak masih berkontribusi terhadap risiko stunting.

“Inilah mengapa penanganan stunting tidak bisa dilakukan oleh satu sektor saja. Diperlukan kolaborasi lintas sektor dan perubahan perilaku di tingkat keluarga,” tegas Azhar.

GENTING: Dari Data ke Empati Sosial

Keberhasilan juga terlihat dari kualitas data di lapangan. Kecamatan Samudera menjadi contoh sukses dengan capaian 100 persen input data terhadap 1.669 balita di 40 desa. Basis data yang akurat memungkinkan intervensi yang lebih tepat sasaran dan berkelanjutan.

Melalui Program GENTING, bantuan gizi tidak lagi bersifat anonim, tetapi menjelma menjadi hubungan sosial yang dilandasi empati. Orang tua asuh hadir bukan sekadar memberi bantuan, melainkan ikut memastikan tumbuh kembang anak asuhnya.

“Penanganan stunting adalah kerja bersama. Dari pemerintah hingga masyarakat desa. Ketika satu keluarga mau merangkul satu anak, di situlah harapan sebuah generasi dijahit kembali,” pungkas Muhammad Azhar. [Adv]