JAKARTA | Isu dugaan korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) kembali menjadi sorotan. Kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik BUMD, tetapi juga membuat pelaku usaha di sektor ini semakin khawatir.
Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET) mengungkapkan bahwa isu tersebut telah menimbulkan rasa was-was, khususnya bagi BUMD yang sedang berjuang mendapatkan hak Participating Interest (PI) 10%. Kekhawatiran ini berpusat pada potensi kriminalisasi di tengah proses bisnis yang sedang berjalan.
Sekretaris Jenderal ADPMET, Andang Bachtiar, menyatakan bahwa isu ini telah dibahas secara mendalam bersama BUMD anggota ADPMET dalam Rapat Koordinasi pada 4-6 Desember 2024. Ia menegaskan bahwa PI 10% bukanlah dana bagi hasil migas, melainkan hasil dari keikutsertaan BUMD dalam bisnis migas yang mengandung risiko besar.
“Tujuan utama PI adalah mendorong pengembangan BUMD sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi daerah penghasil migas,” ujar Andang dalam pernyataan resminya, Jumat (13/12/2024).
Lebih lanjut, Andang menjelaskan bahwa dana PI dirancang dengan mekanisme hybrid, yakni kombinasi antara regulasi pemerintah (G to B) dan transaksi bisnis (B to B). Namun, kurangnya pemahaman terhadap aturan-aturan terkait dinilai menjadi salah satu pemicu munculnya dugaan korupsi.
Beberapa regulasi yang menjadi landasan pengelolaan PI 10% mencakup Peraturan Pemerintah No. 35/2004 tentang Kegiatan Hulu Migas yang telah diubah menjadi PP No. 55/2009, PP No. 54/2017 tentang BUMD, hingga Permen ESDM No. 37/2016 dan Keputusan Menteri ESDM No. 223/2022.
Klarifikasi dan Solusi Bersama
Andang mengimbau agar semua pihak yang terkait duduk bersama untuk meluruskan aturan-aturan tersebut sebelum melangkah ke proses hukum jika diperlukan. Ia juga mengungkapkan bahwa dari 78 Wilayah Kerja Migas yang berproses untuk pembagian PI 10%, baru 9 wilayah yang rampung dalam 8 tahun terakhir. Ini berarti masih ada 69 wilayah kerja yang masih dalam proses.
“Kasus yang terjadi di beberapa daerah seperti Lampung, Rokan Hilir, dan Sulawesi Barat menjadi pelajaran penting agar tata kelola PI 10% lebih dipahami dengan baik,” tambahnya.
ADPMET berharap agar langkah-langkah proaktif ini dapat mengurangi potensi kriminalisasi terhadap BUMD dan mempercepat realisasi manfaat PI 10% bagi daerah. Sebagai ujung tombak pembangunan daerah penghasil migas, BUMD diharapkan mampu menjalankan fungsinya dengan baik tanpa dibayangi isu hukum yang menghambat. []